Sabtu, 30 Maret 2019

Tell me What You Want (Komunikasi Produktif dengan Pasangan)





Hallo..... Apa kabar pagi ini bunda semuanya? Sabtu pagi nih, adakah yang mulai ber weekend ria? atau masih tetap menjalankan rutinitas seperti biasa? buat mia hari sabtu sudah masuk weekend ya... hihi... walaupun tiap hari juga weekend ria.
Nah, berhubung hari ini suami off kerja, jadi (ceritanya masih tetap melanjutkan sesi komunikasi produktif yang makin hari makin yahuuud) target untuk komunikasi produktif hari ini adalah anak dan pasangan (suami). Dan untuk lebih fokusnya hari ini kita ngebahas mengenai komunikasi produktif dengan pasangan. 

Yuk... ah kita mulai....
Nah, kemarin kita sudah membahas apa sih komunikasi produktif itu dan mengapa komunikasi produktif dengan pasangan itu perlu. Yes! pasangan kita tentunya berbeda dengan kita ya bund, kita perempuan (women) dan pasangan kita laki laki (men) - menegaskan aja sih, hahaha- dan seperti yangdikatakan John Grey, dalam bukunya Men are From Mars Womwn are from Venus itu banyak terbukti dari kehidupan kita sehari hari ya bundsay.... karena memang wanita dan pria dilahirkan berbeda, baik secara fungsi tubuh dan hormon sampai dengan perasaan, kebiasaan dan juga bagaimana sikap dan penerimaan. 

Bahkan dalam Al Qur'an sendiri di sebutkan bagaimana mengenai kedudukan dari pria dan wanita. Dalam hal penciptaan secara tidak langsung, Al-Quran menyatakan pria dan wanita seimbang di hadapan Allah.

Qs 16:97 berbunyi, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Namun, kita perlu ingat bahwasannya dalam Al Quran disebutkan bahwa ada beberapa hal yang memberikan kedudukan dan peran tertentu kepada pria. Hal ini bukan berarti bahwa dalam masyarakat wanita lebih rendah dibanding pria, melainkan karena kaum lelaki akan diminta pertanggung jawaban nya yang lebih di hadapan Allah mengenai wanita wanitanya (Ibu, isteri, Anak perempuan dan Adik perempuan sebelum mereka menikah)
Dikatakan, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) . . .  ialah yang ta’at kepada Allah . . . Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka . . . dan pukullah mereka . . .”(Qs 4:34).
Okay, kita selesai membahas mengenai kedudukan pria dan wanita. pada intinya mau tidak mau sekalipun dunia berteriak mengenai persamaan kedudukan, hak dsb antara pria dan wanita. pria dan wanita itu memang berbeda. Saya tidak akan pakai contoh lainnya ya, dalam kehidupan berumah tangga saya sendiri telah mengalami beberapa rangkaian gaya komunikasi yang kadang bikin ngilu di hati dan membingungkan. Sering kali timbul salah paham.
It’s not just what you say but HOW you say it that creates power.
Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi, agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan.

Awali dengan kesadaran bahwa aku dan kamu adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu. Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.

FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.

FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa karena FoE dan FoR nya memang berbeda.

Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya membagikan yang kautahu kepadaku, sudut pandangmu untuk kupahami.
Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA. Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.
Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.

Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang – Emosi kecil; bila Nalar pendek – Emosi tinggi.
Komunikasi antara 2 orang Dewasa berpijak pada Nalar
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa –sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali– maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.
Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.

Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas komunikasi Anda dan pasangan:
1. Kaidah 2C: Clear and Clarify.
Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.
Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.

2. Choose the Right Time
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.

3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan “Aku jujur. Sumpah beran mati!” namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?
Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.

4. Intensity of Eye Contact
Pepatah mengatakan ‘mata adalah jendela hati.’
Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.

5. Kaidah: I’m responsible for my communication results.
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.
Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.
Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.

Dari uraian materi di atas, akhirnya hari ini saya mulai merubah beberapa kebiasaan bicara saya menggunakan kaidah Clear n Clarify (mungkin bahasan yang akan lebih lengkap pada sesi tulisan berikutnya). 
Diantara kebiasaan saya yang hari ini saya hilangkan (sudah beberapa waktu saya coba tetapi tidak intens, sehingga masih sering gagal): 
1.     menyatakan dengan kalimat langsung, kalimat tunggal bukan kalimat majemuk (miriplah sama kaidah KISS dalam komunikasi produktif dengan anak), seperti
    • "Yang...tolong bantuin buang sampah"       
    • "tolong sekalian ambilin gelas buatku"      atau
    • "bantuin jemur dulu dong, Sofia lagi ngambek nih"  (titik, tidak ada basa basi, tidak tambah bla bla bla)
contoh basa basi yang biasanya saya pakai adalah: banyak lalat di belakang nih, kayaknya gegara sampah ntar abis ini kubuang deh sampahnya (maksud hati minta tolong dibuangin, tap suami nangkepnya lain -yaudah toh ntar dia sendiri yang buang- hahaaa....

  1. tidak pakai bahasa kalbu. nah ini kebiasaan saya yang "sungkanan" biasanya saya kalo ada apa apa memilih diam ujung ujungnya sakit hati sendiri. Nah, akhirnya sekarang saya membiasakan diri buat bilang apa sih yang saya rasakan secara langsung, walaupun biasanya respon yang saya inginkan tidak sesuai dengan harapan 


 ----- Mungkin bunsay yang punya problematika bahasa kalbu dan sama seperti saya bisa mencoba....
Happy weekend....

Sumber Referensi
Materi Kuliah bunda sayang Komunikasi produktif. 2019. Institut Ibu profesional
Grey, John. Men Are From Mars Women Are From Venus. 2018. Jakarta: Gramedia Pustaka

#hari3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional







Tidak ada komentar:

Posting Komentar