Minggu, 31 Maret 2019

Bahasa Tubuh (Kaidah 7 - 38 - 55 ) dalam Komunikasi Produktif



Bismillah...
Minggu pagi yang ceria...insyaAllah
Apa kabar pagi ini bunda sayang? 
Kali ini mia mau bicara soal bahasa tubuh, ceile.... kalo kemaren kita bicara soal  bahasa kalbu antara kita dan pasangan kita, sekarang nih mia mau bicara mengenai bahasa tubuh.
Dalam bahasan komunikasi produktif ada yang dikenal mengenai kaidah 7%-38%-55% 
Hmmm... apaan tuh?

Kaidah 7 - 38 - 55 ini dikenalkan oleh Albert Mehrabian, seorang guru besar Emeritus Psikologi UCLA (lahir tahun 1939).
Dalam penelitiannya, Mehrabian (1971) menghasilkan dua kesimpulan. 
Pertama, bahwa ada tiga elemen dalam komunikasi langsung (face to face):
1.     Tulisan
2.     Intonasi suara
3.     Bahasa Tubuh
Kedua, elemen non verbal yang sangat penting untuk mengkomunikasikan perasaan dan sikap, khususnya ketika terjadi ketidakselarasan,  jika kata dan bahasa tubuh tidak sesuai, maka orang akan lebih condong percaya pada bahasa tubuh. 
Contohnya: ketika pasangan bilang Tidak... coba perhatikan kontak mata, apabila matanya tidak berani menatap kita maka kita akan berpikiran bahwa dia bohong bukan? 

Menurut Mehrabian, ketiga elemen dalam komunikasi langsung ini memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda dari kecenderungan seseorang untuk menyampaikan pesan:
  • kata-kata yang terucap, berperan 7%,
  •  intonasi suara berperan 38% dan
  •  bahasa tubuh atau ekspresi wajah  55%. 
Seringkali disebut sebagai 3V (Verbal, Vocal dan Visual).

Sumber: www.toolshero.com

Untuk komunikasi yang efektif ketiga bagian ini semestinya “selaras”. Dalam kasus jika terjadi “ketidakselarasan”, maka penerima pesan bisa jadi terpecah fokusnya oleh dua pesan yang datang dari dua sumber yang berbeda, sehingga akan memberi dua kesimpulan dari dua arah yang berbeda.
Contoh nya yang tadi di atas nih, misalkan suami kita bilang
  1.  Verbal: “Aku tidak main game bund, serius, lagi nonton debat nih..."
  2. Non-verbal: tapi suami  menghindari kontak mata, nampak cemas, bahasa tubuh bersikap menutup/melindungi diri dan sebagainya
Maka sudah pasti, dan saya yakin semua ibu ibu nih, akan lebih percaya pada bentuk komunikasi non verbal, yang mana Mehrabian menemukan bahwa non-verbal memiliki prosentase 38 + 55%, lebih dibanding dengan makna dari kata-kata (7%).

Bagaimana penerapan kaidah 7 -38-55 ini dalam komunikasi produktif yang saya temukan selama ini dan sepagian ini atau semalam tadi? 
Nah, saya perhatikan disini salah satunya adalah proses mengatur nada suara (intonasi). Misalkan saja dalam keadaan emosi, baik kepada pasangan atau anak, maka kita perlu belajar merendahkan suara. 
Belajar menurunkan volume suara. 
Tak perlu bicara keras2. 
Tak harus berteriak. 
Tak harus ada kesan membentak. 

Sulit memang, iya? Dalam case saya
  1. berkomunikasi dengan pasangan, sebagai pihak perempuan, saya biasanya cenderung merendahkan suara saya, kadang malah tak keluar suaranya karena keburu menangis, hehe... namun akhirnya saya paham bahwasannya intonasi sangat berperan, percuma suara yang tinggi atau rendah jika pesan tak tersampaikan. Maka dari itu saya berlatih untuk menyampaikan dengan tenang, pelan dan jelas. Sementara suami saya memang biasanya terlihat lebih tenang bahkan setiap kali ada kehebohan diantara kita, dia lebih bisa menyikapi dengan bijak, diam, mengamati, baru kemudian bertindak, entah berbicara atau dengan memeluk. (intinya lebih terkendali lah ya....) 
  2. berkomunikasi dengan anak. Nah ini saya merasakan ujian yang lebih berat.... hehe, karena berkomunikasi dengan anak jelas berbeda jika dibanding dengan pasangan, karena komunikasi dengan anak yang level fokusnya jelas berbeda dengan kita yang sudah dewasa. apa yang kadang kita inginkan tidak serta merta dapat dimengerti oleh anak anak kita. Dalam hal ini saya memang lebih banyak lagi belajar. misalkan:
  • Dalam memberikan perintah / permintaan kepada anak
Misalkan untuk memintanya membersihkan mainan
“yuk... teteh sayangku, kita bereskan mainan” intonasi suara berupa ajakan, dilakukan sambil duduk, dan memberikan kantong tempat mainannya
  • Dalam memberikan larangan
Nah biasanya Sofia suka sekali naik naik, hehe setiap hari menguji kekuatan tubuhnya dengan naik jendela kamar, yang memang rendah. Seperti yang dilakukan sepagian ini
Maka, biasanya saya akan bilang
“teteh, turun ya... main di bawah  saja” sambil menunjuk boneka yang tergeletak di matras
Atau kalau dia tidak mau juga da tetep naik naik, maka akan keluar kalimat saya yan tidak produktif
“jangan naik naik, nanti jatuh” mulai dengan intonasi agak tinggi
Hehe.... trus cepet cepet di ralat ya
“sayang.... ayooo turun sini, mainan sama mia” ambil bonekanya, atau kalau sudah tidak sabar biasanya saya angkat saja dia dan turunkan ke bawah.

Membentuk kebiasaan untuk  menggunakan intonasi yang rendah, yang sesuai ini saya akui tidak gampang, semuanya perlu dilatih bersamaan dengan mengelola emosi, kalau emosi terkendali biasanya akan lebih mudah untuk menata intonasi suara.
Yuuk... bagaimanapun juga melunakkan suara juga ada dalam alquran QS Al Lukman 19

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
“Apabila kalian mendengar ayam jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Muslim no. 3303 dan Muslim no. 2729).
  

Sumber Referensi:
  1. Apriandas, Syams. 2012. Bahasa tubuh (teori Albert Mehrabian). https://www.academia.edu/23328012/Bahasa_Tubuh_Teori_Albert_Mehrabian_1
  2. materi Kuliah Bunda Sayang batch #5, 2019 Komunikasi produktif, Institut Ibu Profesiona
  3. Toolshero. 2013. Communication Model by Albert Mehrabian. https://www.toolshero.com/communication-skills/communication-model-mehrabian/
#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

Tidak ada komentar:

Posting Komentar