Minggu, 31 Maret 2019

Bahasa Tubuh (Kaidah 7 - 38 - 55 ) dalam Komunikasi Produktif

Minggu, Maret 31, 2019 0 Comments


Bismillah...
Minggu pagi yang ceria...insyaAllah
Apa kabar pagi ini bunda sayang? 
Kali ini mia mau bicara soal bahasa tubuh, ceile.... kalo kemaren kita bicara soal  bahasa kalbu antara kita dan pasangan kita, sekarang nih mia mau bicara mengenai bahasa tubuh.
Dalam bahasan komunikasi produktif ada yang dikenal mengenai kaidah 7%-38%-55% 
Hmmm... apaan tuh?

Kaidah 7 - 38 - 55 ini dikenalkan oleh Albert Mehrabian, seorang guru besar Emeritus Psikologi UCLA (lahir tahun 1939).
Dalam penelitiannya, Mehrabian (1971) menghasilkan dua kesimpulan. 
Pertama, bahwa ada tiga elemen dalam komunikasi langsung (face to face):
1.     Tulisan
2.     Intonasi suara
3.     Bahasa Tubuh
Kedua, elemen non verbal yang sangat penting untuk mengkomunikasikan perasaan dan sikap, khususnya ketika terjadi ketidakselarasan,  jika kata dan bahasa tubuh tidak sesuai, maka orang akan lebih condong percaya pada bahasa tubuh. 
Contohnya: ketika pasangan bilang Tidak... coba perhatikan kontak mata, apabila matanya tidak berani menatap kita maka kita akan berpikiran bahwa dia bohong bukan? 

Menurut Mehrabian, ketiga elemen dalam komunikasi langsung ini memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda dari kecenderungan seseorang untuk menyampaikan pesan:
  • kata-kata yang terucap, berperan 7%,
  •  intonasi suara berperan 38% dan
  •  bahasa tubuh atau ekspresi wajah  55%. 
Seringkali disebut sebagai 3V (Verbal, Vocal dan Visual).

Sumber: www.toolshero.com

Untuk komunikasi yang efektif ketiga bagian ini semestinya “selaras”. Dalam kasus jika terjadi “ketidakselarasan”, maka penerima pesan bisa jadi terpecah fokusnya oleh dua pesan yang datang dari dua sumber yang berbeda, sehingga akan memberi dua kesimpulan dari dua arah yang berbeda.
Contoh nya yang tadi di atas nih, misalkan suami kita bilang
  1.  Verbal: “Aku tidak main game bund, serius, lagi nonton debat nih..."
  2. Non-verbal: tapi suami  menghindari kontak mata, nampak cemas, bahasa tubuh bersikap menutup/melindungi diri dan sebagainya
Maka sudah pasti, dan saya yakin semua ibu ibu nih, akan lebih percaya pada bentuk komunikasi non verbal, yang mana Mehrabian menemukan bahwa non-verbal memiliki prosentase 38 + 55%, lebih dibanding dengan makna dari kata-kata (7%).

Bagaimana penerapan kaidah 7 -38-55 ini dalam komunikasi produktif yang saya temukan selama ini dan sepagian ini atau semalam tadi? 
Nah, saya perhatikan disini salah satunya adalah proses mengatur nada suara (intonasi). Misalkan saja dalam keadaan emosi, baik kepada pasangan atau anak, maka kita perlu belajar merendahkan suara. 
Belajar menurunkan volume suara. 
Tak perlu bicara keras2. 
Tak harus berteriak. 
Tak harus ada kesan membentak. 

Sulit memang, iya? Dalam case saya
  1. berkomunikasi dengan pasangan, sebagai pihak perempuan, saya biasanya cenderung merendahkan suara saya, kadang malah tak keluar suaranya karena keburu menangis, hehe... namun akhirnya saya paham bahwasannya intonasi sangat berperan, percuma suara yang tinggi atau rendah jika pesan tak tersampaikan. Maka dari itu saya berlatih untuk menyampaikan dengan tenang, pelan dan jelas. Sementara suami saya memang biasanya terlihat lebih tenang bahkan setiap kali ada kehebohan diantara kita, dia lebih bisa menyikapi dengan bijak, diam, mengamati, baru kemudian bertindak, entah berbicara atau dengan memeluk. (intinya lebih terkendali lah ya....) 
  2. berkomunikasi dengan anak. Nah ini saya merasakan ujian yang lebih berat.... hehe, karena berkomunikasi dengan anak jelas berbeda jika dibanding dengan pasangan, karena komunikasi dengan anak yang level fokusnya jelas berbeda dengan kita yang sudah dewasa. apa yang kadang kita inginkan tidak serta merta dapat dimengerti oleh anak anak kita. Dalam hal ini saya memang lebih banyak lagi belajar. misalkan:
  • Dalam memberikan perintah / permintaan kepada anak
Misalkan untuk memintanya membersihkan mainan
“yuk... teteh sayangku, kita bereskan mainan” intonasi suara berupa ajakan, dilakukan sambil duduk, dan memberikan kantong tempat mainannya
  • Dalam memberikan larangan
Nah biasanya Sofia suka sekali naik naik, hehe setiap hari menguji kekuatan tubuhnya dengan naik jendela kamar, yang memang rendah. Seperti yang dilakukan sepagian ini
Maka, biasanya saya akan bilang
“teteh, turun ya... main di bawah  saja” sambil menunjuk boneka yang tergeletak di matras
Atau kalau dia tidak mau juga da tetep naik naik, maka akan keluar kalimat saya yan tidak produktif
“jangan naik naik, nanti jatuh” mulai dengan intonasi agak tinggi
Hehe.... trus cepet cepet di ralat ya
“sayang.... ayooo turun sini, mainan sama mia” ambil bonekanya, atau kalau sudah tidak sabar biasanya saya angkat saja dia dan turunkan ke bawah.

Membentuk kebiasaan untuk  menggunakan intonasi yang rendah, yang sesuai ini saya akui tidak gampang, semuanya perlu dilatih bersamaan dengan mengelola emosi, kalau emosi terkendali biasanya akan lebih mudah untuk menata intonasi suara.
Yuuk... bagaimanapun juga melunakkan suara juga ada dalam alquran QS Al Lukman 19

“Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.” (QS. Lukman: 19).
“Apabila kalian mendengar ayam jantan berkokok di waktu malam, maka mintalah anugrah kepada Allah, karena sesungguhnya ia melihat malaikat. Namun apabila engkau mendengar keledai meringkik di waktu malam, maka mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguan syaithan, karena sesungguhnya ia telah melihat syaithan” (HR. Muslim no. 3303 dan Muslim no. 2729).
  

Sumber Referensi:
  1. Apriandas, Syams. 2012. Bahasa tubuh (teori Albert Mehrabian). https://www.academia.edu/23328012/Bahasa_Tubuh_Teori_Albert_Mehrabian_1
  2. materi Kuliah Bunda Sayang batch #5, 2019 Komunikasi produktif, Institut Ibu Profesiona
  3. Toolshero. 2013. Communication Model by Albert Mehrabian. https://www.toolshero.com/communication-skills/communication-model-mehrabian/
#hari4
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional

Sabtu, 30 Maret 2019

Tell me What You Want (Komunikasi Produktif dengan Pasangan)

Sabtu, Maret 30, 2019 0 Comments




Hallo..... Apa kabar pagi ini bunda semuanya? Sabtu pagi nih, adakah yang mulai ber weekend ria? atau masih tetap menjalankan rutinitas seperti biasa? buat mia hari sabtu sudah masuk weekend ya... hihi... walaupun tiap hari juga weekend ria.
Nah, berhubung hari ini suami off kerja, jadi (ceritanya masih tetap melanjutkan sesi komunikasi produktif yang makin hari makin yahuuud) target untuk komunikasi produktif hari ini adalah anak dan pasangan (suami). Dan untuk lebih fokusnya hari ini kita ngebahas mengenai komunikasi produktif dengan pasangan. 

Yuk... ah kita mulai....
Nah, kemarin kita sudah membahas apa sih komunikasi produktif itu dan mengapa komunikasi produktif dengan pasangan itu perlu. Yes! pasangan kita tentunya berbeda dengan kita ya bund, kita perempuan (women) dan pasangan kita laki laki (men) - menegaskan aja sih, hahaha- dan seperti yangdikatakan John Grey, dalam bukunya Men are From Mars Womwn are from Venus itu banyak terbukti dari kehidupan kita sehari hari ya bundsay.... karena memang wanita dan pria dilahirkan berbeda, baik secara fungsi tubuh dan hormon sampai dengan perasaan, kebiasaan dan juga bagaimana sikap dan penerimaan. 

Bahkan dalam Al Qur'an sendiri di sebutkan bagaimana mengenai kedudukan dari pria dan wanita. Dalam hal penciptaan secara tidak langsung, Al-Quran menyatakan pria dan wanita seimbang di hadapan Allah.

Qs 16:97 berbunyi, “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Namun, kita perlu ingat bahwasannya dalam Al Quran disebutkan bahwa ada beberapa hal yang memberikan kedudukan dan peran tertentu kepada pria. Hal ini bukan berarti bahwa dalam masyarakat wanita lebih rendah dibanding pria, melainkan karena kaum lelaki akan diminta pertanggung jawaban nya yang lebih di hadapan Allah mengenai wanita wanitanya (Ibu, isteri, Anak perempuan dan Adik perempuan sebelum mereka menikah)
Dikatakan, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita) . . .  ialah yang ta’at kepada Allah . . . Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka . . . dan pukullah mereka . . .”(Qs 4:34).
Okay, kita selesai membahas mengenai kedudukan pria dan wanita. pada intinya mau tidak mau sekalipun dunia berteriak mengenai persamaan kedudukan, hak dsb antara pria dan wanita. pria dan wanita itu memang berbeda. Saya tidak akan pakai contoh lainnya ya, dalam kehidupan berumah tangga saya sendiri telah mengalami beberapa rangkaian gaya komunikasi yang kadang bikin ngilu di hati dan membingungkan. Sering kali timbul salah paham.
It’s not just what you say but HOW you say it that creates power.
Selisih paham sering kali muncul bukan karena isi percakapan melainkan dari cara penyampaiannya. Maka penting bagi kita untuk belajar cara berkomunikasi, agar tidak mengganggu hal penting yang ingin kita sampaikan.

Awali dengan kesadaran bahwa aku dan kamu adalah 2 individu yang berbeda dan terima hal itu. Pasangan kita dilahirkaan oleh ayah ibu yang berbeda dengan kita, tumbuh dan berkembang pada lingkungan yang berbeda, belajar pada kelas yang berbeda, mengalami hal-hal yang berbeda dan banyak lagi hal lainnya.
Maka sangat boleh jadi pasangan kita memiliki Frame of Reference (FoR) dan Frame of Experience (FoE) yang berbeda dengan kita.

FoR adalah cara pandang, keyakinan, konsep dan tatanilai yang dianut seseorang. Bisa berasal dari pendidikan ortu, bukubacaan, pergaulan, indoktrinasi dll.
FoE adalah serangkaian kejadian yang dialami seseorang, yang dapat membangun emosi dan sikap mental seseorang.

FoE dan FoR mempengaruhi persepsi seseorang terhadap suatu pesan/informasi yang datang kepadanya.
Jadi jika pasangan memiliki pendapat dan pandangan yang berbeda atas sesuatu, ya tidak apa-apa karena FoE dan FoR nya memang berbeda.

Komunikasi dilakukan untuk MEMBAGIKAN yang kutahu kepadamu, sudut pandangku agar kau mengerti, dan demikian pula SEBALIKnya membagikan yang kautahu kepadaku, sudut pandangmu untuk kupahami.
Komunikasi yang baik akan membentuk FoE/FoR ku dan FoE/FoR mu ==> FoE/FoR KITA. Sehingga ketika datang informasi akan dipahami secara sama antara kita dan pasangan kita, ketika kita menyampaikan sesuatu pasangan akan menerima pesan kita itu seperti yang kita inginkan.
Komunikasi menjadi bermasalah ketika menjadi MEMAKSAKAN pendapatku kepadamu, harus kau pakai sudut pandangku dan singkirkan sudut pandangmu.

Pada diri seseorang ada komponen NALAR dan EMOSI; bila Nalar panjang – Emosi kecil; bila Nalar pendek – Emosi tinggi.
Komunikasi antara 2 orang Dewasa berpijak pada Nalar
Komunikasi yang sarat dengan aspek emosi terjadi pada anak-anak atau orang yang sudah tua.
Maka bila Anda dan pasangan masih masuk kategori Dewasa –sudah bukan anak-anak dan belum tua sekali– maka selayaknya mengedepankan Nalar daripada emosi, dasarkan pada fakta/data dan untuk problem solving.
Bila Emosi anda dan pasangan sedang tinggi, jeda sejenak, redakan dulu ==> agar Nalar anda dan pasangan bisa berfungsi kembali dengan baik.
Ketika Emosi berada di puncak amarah (artinya Nalar berada di titik terendahnya) sesungguhnya TIDAK ADA komunikasi disana, tidak ada sesuatu yang dibagikan; yang ada hanya suara yang bersahut-sahutan, saling tindih berebut benar.

Ada beberapa kaidah yang dapat membantu meningkatkan efektivitas komunikasi Anda dan pasangan:
1. Kaidah 2C: Clear and Clarify.
Susunlah pesan yang ingin Anda sampaikan dengan kalimat yang jelas (clear) sehingga mudah dipahami pasangan. Gunakan bahasa yang baik dan nyaman bagi kedua belah pihak.
Berikan kesempatan kepada pasangan untuk bertanya, mengklarifikasi (clarify) bila ada hal-hal yang tidak dipahaminya.

2. Choose the Right Time
Pilihlah waktu dan suasana yang nyaman untuk menyampaikan pesan. Anda yang paling tahu tentang hal ini. Meski demikian tidak ada salahnya bertanya kepada pasangan waktu yang nyaman baginya berkomunikasi dengan anda, suasana yang diinginkannya, dll.

3. Kaidah 7-38-55
Albert Mehrabian menyampaikan bahwa pada komunikasi yang terkait dengan perasaan dan sikap (feeling and attitude) aspek verbal (kata-kata) itu hanya 7% memberikan dampak pada hasil komunikasi. Komponen yang lebih besar mempengaruhi hasil komunikasi adalah intonasi suara (38%) dan bahasa tubuh (55%).
Anda tentu sudah paham mengenai hal ini. Bila pasangan anda mengatakan “Aku jujur. Sumpah beran mati!” namun matanya kesana-kemari tak berani menatap Anda, nada bicaranya mengambang maka pesan apa yang Anda tangkap? Kata-kata atau bahasa tubuh dan intonasi yang lebih Anda percayai?
Nah, demikian pula pasangan dalam menilai pesan yang Anda sampaikan, mereka akan menilai kesesuaian kata-kata, intonasi dan bahasa tubuh Anda.

4. Intensity of Eye Contact
Pepatah mengatakan ‘mata adalah jendela hati.’
Pada saat berkomunikasi tataplah mata pasangan dengan lembut, itu akan memberikan kesan bahwa Anda terbuka, jujur, tak ada yang ditutupi. Disisi lain, dengan menatap matanya Anda juga dapat mengetahui apakah pasangan jujur, mengatakan apa adanya dan tak menutupi sesuatu apapun.

5. Kaidah: I’m responsible for my communication results.
Hasil dari komunikasi adalah tanggung jawab komunikator, si pemberi pesan.
Jika si penerima pesan tidak paham atau salah memahami, jangan salahkan ia, cari cara yang lain dan gunakan bahasa yang dipahaminya.
Perhatikan senantiasa responnya dari waktu ke waktu agar Anda dapat segera mengubah strategi dan cara komunikasi bilamana diperlukan. Keterlambatan memahami respon dapat berakibat timbulnya rasa jengkel pada salah satu pihak atau bahkan keduanya.

Dari uraian materi di atas, akhirnya hari ini saya mulai merubah beberapa kebiasaan bicara saya menggunakan kaidah Clear n Clarify (mungkin bahasan yang akan lebih lengkap pada sesi tulisan berikutnya). 
Diantara kebiasaan saya yang hari ini saya hilangkan (sudah beberapa waktu saya coba tetapi tidak intens, sehingga masih sering gagal): 
1.     menyatakan dengan kalimat langsung, kalimat tunggal bukan kalimat majemuk (miriplah sama kaidah KISS dalam komunikasi produktif dengan anak), seperti
    • "Yang...tolong bantuin buang sampah"       
    • "tolong sekalian ambilin gelas buatku"      atau
    • "bantuin jemur dulu dong, Sofia lagi ngambek nih"  (titik, tidak ada basa basi, tidak tambah bla bla bla)
contoh basa basi yang biasanya saya pakai adalah: banyak lalat di belakang nih, kayaknya gegara sampah ntar abis ini kubuang deh sampahnya (maksud hati minta tolong dibuangin, tap suami nangkepnya lain -yaudah toh ntar dia sendiri yang buang- hahaaa....

  1. tidak pakai bahasa kalbu. nah ini kebiasaan saya yang "sungkanan" biasanya saya kalo ada apa apa memilih diam ujung ujungnya sakit hati sendiri. Nah, akhirnya sekarang saya membiasakan diri buat bilang apa sih yang saya rasakan secara langsung, walaupun biasanya respon yang saya inginkan tidak sesuai dengan harapan 


 ----- Mungkin bunsay yang punya problematika bahasa kalbu dan sama seperti saya bisa mencoba....
Happy weekend....

Sumber Referensi
Materi Kuliah bunda sayang Komunikasi produktif. 2019. Institut Ibu profesional
Grey, John. Men Are From Mars Women Are From Venus. 2018. Jakarta: Gramedia Pustaka

#hari3
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional







Jumat, 29 Maret 2019

Keep It Short And Simple - KISS (Komunikasi Produktif pada Anak Part 2)

Jumat, Maret 29, 2019 0 Comments

Selamat pagi bunda sayang.... apa kabar pagi ini?. Kemarin kita baru aja membahas mengenai komunikasi produktif, pengertian dan beberapa poin dari komunikasi produktif yang kita lakukan kepada anak kita. Nah, pada pagi hari ini kita akan membahas salah satu poin komunikasi produktif pada anak. Yap! Keep it Short And Simple (KISS). Yaitu menggunakan bahasa sederhana, kalimat tunggal bukan kalimat majemuk dalam berbicara kepada anak.

Nah, mengapa sih saya memilih untuk fokus pada poin ini untuk challenge hari ini?
Pertama, jelas karena saya adalah wanita. Hehe...lha kok? apa hubungannya? 
Jadi begini bunsay yang baik hati dan tangguh., kita sebagai wanita tahu benar bahwa kita ini ratu berbicara, entah kata kata yang kita keluarkan ini termasuk jenis komunikasi produktif atau bukan, yey kan.... ?.
Dalam sebuah penelitian ilmuan di Amerika Serikat disebutkan bahwa wanita sanggup berkata kata 20.000 per hari sementara pria tidak ada separuhnya, hanya 7000 kata saja. Wow...fantastik bukan? haha.... 
kok bisa sih....? nah ini alasan yang pernah saya baca mengapa perempuan bisa berkata sebanyak itu? Perempuan memiliki protein berbicara yang lebih di dalam otak
Mungkin baru kali ini kita mendengar bahwa ada faktor biologis yang memengaruhi bicara wanita dan pria. FOXP2, ini adalah nama protein yang ada di dalam otak kita. FOXP2 memiliki tanggung jawab untuk mengetahui seberapa banyak seseorang berbicara. Sebuah penelitian yang dilakukan University of Maryland School of Medicine menemukan bahwa perempuan memiliki FOXP2 lebih banyak dibanding pria. Selanjutnya, perempuan cenderung lebih sering mengamati
Perempuan adalah pengamat yang tajam atau jeli. Perempuan tertarik untuk melihat sesuatu secara detail, sehingga perempuan memiliki lebih banyak bahan untuk dibicarakan. Selain itu perempuan merasa berbicara dapat menyelesaikan masalah. Berbeda dengan kebanyakan pria yang akan berdiam diri ketika memiliki masalah, perempuan justru ingin bercerita atau berbicara ketika mereka sedang kebingungan, mengalami masalah, atau berada dalam keadaan stress. Perempuan merasa dengan berdiskusi, maka masalah yang mereka hadapi akan terselesaikan. (Disadur dari berbagai sumber)

Nah, setelah saya mencoba memahami diri sendiri, walaupun saya tidak sempat menghitung berapa kata yang saya keluarkan dalam sehari tetapi pada inti dan kesimpulannya memang saya banyak berbicara. hehe...entah berbicara dalam bentuk kata kata ataupun tulisan. DAn terlebih lagi saya menyadari bahwa saya sering menggunakan kalimat majemuk dalam berbicara baik kepada suami, anak, dan kepada siapapun juga...nah kan? hehe

Dari sinilah kemudian (nyambung lagi ke komunikasi produktif ya bunsay..., maaf melencengnya jauh...) saya memutuskan melatih diri untuk menerapkan metode KISS kepada Sofia.

Alasan yang kedua adalah Sofia masih berusia di bawah 2 tahun, dan anak dibahaw usia 2 tahun hanya bisa melakukan perintah yang terdiri dari dua kata. Jadi.... kalo selama ini saya bicara sama dia panjang kali lebar kali tinggi, percuma saja...mungkin otaknya terbengong sambil mata lucunya menatap emaknya dengan ekspresi "I Dunno...." wkwkkww

Dan alasan yang terakhir, lebih karena dari pengamatan saya sendiri apakah karena memang Sofia anak yang kinestetik atau memang di usianya yang sedemikian dia masih sangat curious sama hal hal di sekitarnya, jadi sangat sulit memintanya melakukan sesuatu seperti duduk, diam, maan dengan tenang dan sebagainya.

Nah, itu tadi alasan mengapa hari ini dan juga untuk selanjutnya pastinya  saya lebih fokus melatih diri menggunakan metode KISS (Keep It Short and Simple).
nah sedikit cerita pendek yang terjadi pada pagi hari ini:


Seperti biasa Sofia makan saat Bia mulai berangkat kerja. Nah sebelum itu dia ikutan sibuk dengan saya di dapur menyiapkan sarapan. Saat saya mulai menyiapkan kotak bekal buat suami dia pun menunjuk piringnya, dan saya segera paham, dia juga mau makan. 
"Teteh mau maem?", tanyaku... 
dia hanya menjawab "EEEh...eeh..."
okay...saya ambil kan dia sarapan di piring dan menyerahkan piringnya ke dia,
"Sofia makan di meja ya, piringnya dibawa ke meja (high chair dia maksud saya)", Hmmm... disini sudah mulai ada kesalahan. Ada beberapa perintah yang saya gunakan? dua! Okay dua perintah (biasanya lebih panjang lagi plus kata hati hati bawa piringnya, makan pelan pelan bla bla bla dan seterusnya dan seterusnya).
Emak salah???
Big No!! Ha ha ha
Emak lagi belajar ya sayang, kita belajar sama sama.
jadi saya pun mengoreksi kata kata saya,
"Okay, bawa makan ke meja ya..." Dia tanpa disuruh dua kali langsung menuju high chairnya dan meletakkan makanan disana.
Saya ikuti dia dari belakang dan ikut duduk manis di depannya
"Sofia makan nya pelan pelan" (Saya menahan diri buat tidak menambahkan, biar ga tumpah, biar ga kesedak, hehe).
Dia pun mengangguk angguk (entah maksudnya mengerti atau hanya respon spontan dari omongan saya).
Daaan.... begitu seterusnya sampai dia makan hampir habis (karena Sofia makannya selalu tak habis, seberapa banyak porsi yang saya sediakan), lalu dia minum saya mencoba terus mengerem diri saya buat bicara banyak banyak....haha...
Berlanjut saat akan shalat Dhuha, dan seperti biasa ketika saya ambil wudhu, Sofia akan mendahului ke tempat sholat membuka lemari mukena dan mencari mukena. 
Nah hari ini, karena kemaren dia dapat mukena baru (dan saya lupa tidak menyiapkan di lemari mukena dia) dia pun merengek. Saya segera ke depan dan mengambil mukena dia, tapi eh tapi terlambat dia suda menangis (entah karena saya terlalu lama atau karena dia mengantuk -Ternyata alasan sebenarnya karena dia ngantuk...oooo), jadi dia menangis dan terus menangis sekalipun saya sudah memberi dia mukena.
"Sofia diam dulu ya... yuk...adek sholat sama mia, paka mukenanya!"
ZONK!!! Dia tambah kenceng nangisnya
Okay....saya mulai sadar kalo saya melupakan metodenya dan kembali pada prinsip KISS saya
"okay...Sofia mau apa?"
tetep aja nangis
"Diam dulu ya..."
Tetep nangis
"Yuk...pakai mukenanya"
Tambah kenceng dan gulung gulung di sajadahnya.
Ooo....apa dia mulai tantrum? 
Saya pernah membaca dan beberapa kali ikut diskusi mengenai tantrum pada anak, akhirnya saya memilih untuk membiarkannya, karena beberapa kali saya menyuruhnya diam, dan mengalihkan perhatiannya tidak berhasil. Begitulah sampai akhirnya setelah shalat Dhuha, dia tertidur.


Hmmm.... saya akui penerapan metode KISS hari ini penuh perjuangan ya bunsay.... hehe. 😂😂
semoga nanti siang atau sore dan hari selanjutnya lebih berhasil....
Maafkan ilustrasi yang terlalu panjang, semoga menginspirasi dan semangat berlatih pula untuk anda....

Sumber referensi
Materikuliah bunda sayang batch #5 Komunikasi Produktif. 2019. Institut Ibu Profesional
https://nationalgeographic.grid.id/read/13299276/alasan-wanita-lebih-banyak-bicara-dibanding-pria

#hari2
#gamelevel1
#tantangan10hari
#komunikasiproduktif
#kuliahbundasayang
@institut.ibu.profesional